Angkaranews.Id– Masyarakat penggarap lahan di Kampung Simpur, Kecamatan Mesidah, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, kembali mempertanyakan nasib tanah garapan mereka yang terdampak pembangunan Waduk Krueng Keureuto.
Hingga kini, pemerintah belum memberikan ganti rugi kepada petani setempat, padahal mereka telah memiliki bukti kepemilikan dan membayar pajak tanah secara rutin.
“Kami sebagai petani penggarap merasa seperti hidup di masa penjajahan. Permintaan ganti rugi kami wajar karena kami memiliki sporadik (bukti kepemilikan) dan telah membayar pajak tanah setiap tahun,” tegas Samsul, Kepala Dusun Linge Antara.
Ia menambahkan, dokumen sporadik beserta bukti pembayaran pajak tanah telah diserahkan ke Balai Wilayah Sungai (BWS) dan melalui uji publik pada 2019. Namun, anehnya, ganti rugi justru diterima oleh warga Blang Pante dengan dokumen sporadik yang diduga direkayasa oleh Reje Kampung Rusip.
“Padahal, lahan yang akan dibangun waduk berada di wilayah Kampung Simpur,” tandas Samsul.
Samsul juga mengungkapkan bahwa lahan pertanian warga sempat dihancurkan oleh PT Putra Ogami Jaya beberapa tahun lalu. Perusahaan itu bekerja sama dengan PT Berantas Abipraya mengambil material batu puluhan ribu ton dari tanah garapan warga.
“Dengan mengatasnamakan Proyek Strategis Nasional (PSN), mereka membongkar harapan kami secara serampangan. Mereka bahkan tidak memiliki izin tambang. Yang lebih miris, Pemerintah Bener Meriah di masa kepemimpinan Haili Yoga diduga melakukan pembiaran, meski kami sudah melapor secara lisan maupun melalui media,” ujarnya.
Warga menilai pembangunan waduk ini justru merugikan petani penggarap, sementara yang diuntungkan hanyalah para mafia tanah.
“Kami berharap pemerintah baru, khususnya Bupati Bener Meriah, dapat memberikan solusi adil bagi kami, warga penggarap yang taat membayar pajak. Kami hanya korban dari mafia tanah yang sudah menggurita di Kampung Simpur,” tutup Samsul.
(Wan Maneh)
Tidak ada komentar