Angkaranews.id– Masyarakat Jatake Nutug, Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, terus mempertahankan tradisi budaya ‘Ngalokat Cai’ sebagai bentuk pelestarian sumber air.
Ritual ini menggabungkan kearifan lokal, gotong royong, dan rasa syukur atas keberlimpahan air yang menjadi penopang kehidupan, terutama bagi para petani.
Kegiatan diawali dengan membersihkan lingkungan desa, termasuk saluran air dan selokan, secara bersama-sama. Warga bergotong royong menyiapkan lokasi upacara hingga area sekitar agar tampak bersih sebelum acara puncak digelar.
Pada puncak ritual, warga berkumpul di tepi sungai. Sesepuh desa, Abah Adih Goler, memimpin doa di hadapan tokoh masyarakat dan tamu undangan.
Rangkaian bunga tujuh rupa dan air kelapa muda menjadi simbol persembahan dalam ritual ini. Acara dilanjutkan dengan santunan anak yatim, tebar ikan, serta pertunjukan kesenian tradisional seperti Tari Jaipong dan Tari Ketuk Tilu, yang memeriahkan suasana.
Ketua Panitia, Yosep, menjelaskan, tradisi ini telah berlangsung turun-temurun hingga generasi keenam.
“Tujuannya menjaga alam dan bersyukur atas melimpahnya air untuk pertanian dan kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Sesepuh Adat Abah Adih Gelar menekankan pentingnya mempertahankan budaya lewat pepatah Sunda, “Teteh nincakna, pageuh ngemingna” (teguh pendirian, kokoh pegangan).
“Kita tidak boleh terbawa arus zaman. Warisan leluhur harus dipertahankan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak mencemari sungai dengan limbah atau sampah.
Dukungan Pemerintah, PT. Antam dan Kolaborasi Komunitas
Yudi Santosa, perwakilan Dinas Kabupaten Bogor, menyatakan dukungan penuh terhadap acara ini.
“Ini bukti masyarakat bisa menjaga alam dengan tradisi yang telah berjalan ratusan tahun,” katanya.
PT Antam Tbk turut mendukung melalui program CSR. Munadji, perwakilan Antam, mengatakan, “Kami selalu mendukung festival budaya seperti Ngalokat Cai, sekaligus mengedukasi masyarakat untuk menjaga kebersihan sungai.” ujarnya.
Harapan Pengakuan Hukum Adat
Masyarakat Jatake Nutug berharap mendapat pengakuan resmi seperti di Sukabumi atau Banten Selatan.
“Kami masih satu saudara dengan masyarakat adat Banten. Ini tentang jati diri dan penghargaan terhadap budaya,” ungkap Adih Gelar.
Ngalokat Cai bukan sekadar ritual, tetapi gerakan kolektif yang memadukan pelestarian alam, budaya, dan ekonomi pariwisata. Dengan semangat gotong royong, warga Jatake Nutug membuktikan bahwa kearifan lokal tetap relevan di era modern. (MCN)
Tidak ada komentar