Komnas HAM Minta Klarifikasi BPN Aceh soal Dugaan Pelanggaran Hak Tanah Warga di Proyek Waduk Keureuto

Admin
11 Jul 2025 23:53
News 0 296
2 menit membaca

Angkaranews.id– Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta klarifikasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh dan BPN Kabupaten Aceh Tengah terkait dugaan pelanggaran hak atas tanah dalam proyek strategis nasional Waduk Keureuto, Kabupaten Bener Meriah.

Permintaan tersebut disampaikan melalui surat bernomor 316/K/PMT/VII/2025, menyusul pengaduan masyarakat yang menilai proses pengukuran lahan tidak melibatkan warga penggarap.

Pengaduan diajukan oleh Samsul Bahri, warga setempat, yang diwakili kuasa hukumnya, Yuyung Priadi, SH, dari Kantor Hukum YF & Partners. Mereka menilai BPN melakukan pengukuran lahan tanpa melibatkan warga yang selama ini menggarap tanah di kawasan genangan waduk, tepatnya di Kampung Simpur (Kecamatan Mesidah) dan Kampung Pasir Putih (Kecamatan Syiah Utama).

Yang menjadi sorotan, pengukuran justru dilakukan berdasarkan surat sporadik seluas 38 hektare yang diterbitkan mantan Reje Kampung Rusip, Aripin, pada 21 September 2021.

Padahal, Kampung Rusip tidak termasuk dalam wilayah terdampak proyek. Surat tersebut juga diduga bertentangan dengan Surat Edaran Bupati Bener Meriah Tahun 2020 yang melarang penerbitan dokumen kepemilikan baru di area proyek strategis nasional.

Kuasa hukum pengadu menyatakan, pengukuran lahan dilakukan tanpa proses pembebasan lahan yang sah, tanpa ganti rugi, dan tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Padahal, warga sempat diundang dalam sosialisasi proyek, namun nama mereka tidak tercantum dalam daftar nominatif hasil inventarisasi lahan.

Komnas HAM menegaskan bahwa hak atas tanah merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi undang-undang, termasuk Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 40 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Komnas HAM meminta BPN Aceh dan Aceh Tengah memberikan klarifikasi dalam waktu 30 hari kerja sejak surat diterima, dilengkapi bukti-bukti pendukung. Hingga berita ini diturunkan, kedua instansi tersebut belum memberikan respons.

Kasus ini memantik perhatian publik, terutama menyangkut keadilan dalam pengadaan tanah proyek strategis nasional dan potensi marginalisasi hak masyarakat lokal yang bergantung pada lahan garapan mereka.

(Irwansyah)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *