Angkaranews.id– Gabungan Komisi DPRK Aceh Utara mengkritik keras pengelolaan RSU Cut Meutia terkait kedisiplinan tenaga medis dan dokter spesialis. Sorotan ini mengarah langsung ke Bupati Aceh Utara, mengingat rumah sakit tersebut berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang seharusnya lebih profesional dan mandiri.
“Kami meminta Bupati menindaklanjuti ketidaktepatan waktu dokter spesialis dalam melayani masyarakat,” tegas perwakilan Komisi Gabungan dalam sidang paripurna yang dihadiri Wakil Bupati Aceh Utara, Tarmizi Panyang.
Namun, di tengah keluhan layanan yang buruk, RSU Cut Meutia justru mencatatkan belanja pengadaan mencapai lebih dari Rp60 miliar pada 2024. Data dari Rencana Umum Pengadaan (RUP) menunjukkan alokasi dana besar untuk berbagai paket, seperti:
– BHP Rawat Inap & Jalan: Rp10,86 miliar
– BHP Laboratorium: Rp6,44 miliar
– BHP Haemodialisa: Rp3,54 miliar
– Obat-obatan (tunggakan 2023): Rp4,47 miliar
– Pengelolaan Limbah B3: Rp1,61 miliar
Muhazir, tokoh masyarakat dan aktivis Aceh Utara, menyayangkan besarnya anggaran yang tidak sebanding dengan kualitas layanan.
“Pasien masih menghadapi antrean panjang, dokter spesialis kerap absen, dan pelayanan lambat. BLUD seharusnya memperbaiki kinerja, bukan malah membuka celah penyimpangan,” ujarnya.
Yang mencurigakan, sebagian besar pengadaan dilakukan tanpa tender terbuka, melainkan dengan metode “pengecualian”, yang berpotensi mengurangi transparansi. Muhazir mendesak audit independen, terutama untuk belanja 2023 yang dibayar di 2024.
“Harus dipastikan tidak ada mark-up atau rekayasa anggaran,” tegas Ketua DPAC Solidarity Squad Seunuddon ini.
Pemerintah Aceh Utara diminta segera menindaklanjuti laporan ini agar RSU Cut Meutia, sebagai rumah sakit rujukan utama, benar-benar memberikan pelayanan optimal tanpa ada indikasi penyalahgunaan dana publik.
(red)
Tidak ada komentar