
ANGKARANEWS.ID– Sebuah kisah pilu menerpa seorang anak yatim piatu di Desa Alue Krak Kayee, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara. Muhammad Fauzur, yang tengah berjuang menghadapi persoalan hukum, justru menjadi korban pemerasan oleh orang yang seharusnya menjadi pelindungnya, seorang Geusyik (kepala desa) setempat yang berinisial WAN.
Bukannya mendapat pertolongan, Fauzur justru dijanjikan hukuman ringan oleh Geusyik WAN dengan imbalan uang sebesar Rp21 juta. Sang Geusyik berjanji hukuman penjara Fauzur hanya akan berlangsung selama enam bulan jika uang tersebut diserahkan.
Namun, janji itu ternyata palsu. Nasib berkata lain, Fauzur justru harus menjalani hukuman penjara selama 13,6 bulan. Uang Rp21 juta yang ia berikan pun lenyap tak berbekas, meninggalkan luka dan kekecewaan mendalam.
Kasus ini memantik reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Ketua Asosiasi Pemerhati Publik Indonesia (APPI) Aceh Utara. “Air mata kami menetes mendengar kisah ini. Seharusnya Geusyik menjadi pelindung, bukan pemangsa. Seorang anak yatim piatu, yang seharusnya dirangkul, malah diperas dengan kejam,” ujarnya dengan nada getir.
Ia menegaskan komitmen organisasinya untuk mengawal kasus ini hingga ke ranah hukum jika uang tersebut tidak segera dikembalikan. “Kami tidak akan tinggal diam. Kezaliman ini harus dibayar. Anak yatim itu punya hak untuk hidup bermartabat, bukan untuk dipermainkan oleh orang yang punya jabatan,” tegasnya.
Masyarakat setempat pun mendesak agar aparat penegak hukum segera turun tangan dan memeriksa Geusyik WAN. Mereka berharap insiden memilukan seperti ini tidak terulang lagi, dan tidak ada lagi warga, terlebih anak yatim, yang menjadi korban penyalahgunaan wewenang oleh pemimpinnya sendiri. (Samsul)
Tidak ada komentar