Angkaranews.id– Kasus dugaan korupsi dan pemalsuan dokumen mencuat di Desa Blang Majron, Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara. Kepala Desa setempat, Muhammadsyah, diduga terlibat dalam penggelapan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) periode 2023-2024.
Modus operandi yang digunakan adalah pemalsuan tanda tangan warga, termasuk nama orang yang sudah meninggal dunia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebanyak 25 warga menjadi korban pemalsuan tanda tangan. Bahkan, terdapat nama warga yang telah meninggal dunia tetap dicantumkan seolah-olah menerima bantuan. Padahal, dana tersebut diduga masuk ke kantong pribadi Muhammadsyah.
Total dana yang digelapkan mencapai Rp90 juta, dengan perkiraan setiap kepala keluarga seharusnya menerima Rp3,6 juta.
Lebih parah lagi, dana hasil korupsi tersebut diduga digunakan Muhammadsyah untuk membangun rumah pribadi yang kini bernilai miliaran rupiah. Padahal, sebelum menjabat sebagai kepala desa, Muhammadsyah dikenal sebagai orang yang tidak memiliki harta berlebih, bahkan kesulitan membeli sepeda motor. Namun, setelah menjabat, kekayaannya melonjak drastis.
Masyarakat Desa Blang Majron pun geram. Mereka merasa haknya dirampas dan segera melaporkan dugaan kejahatan ini ke Polres Lhokseumawe.
Warga menuntut agar Muhammadsyah segera ditangkap dan diadili sesuai hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat BLT seharusnya membantu warga miskin, bukan memperkaya pejabat desa.
Masyarakat berharap pihak kepolisian segera bertindak tegas untuk mencegah dampak negatif akibat kemarahan warga.
“Kami tidak terima! Uang itu hak kami, bukan untuk kepala desa memperkaya diri! Kami akan mengawal kasus ini sampai tuntas,” tegas salah satu warga yang menjadi korban pemalsuan tanda tangan.
Jika terbukti bersalah, Muhammadsyah bisa dijerat dengan pasal-pasal berat, di antaranya:
1. Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
2. Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dana bantuan sosial dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
3. Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengancam hukuman penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun serta denda hingga Rp1 miliar.
Kini, masyarakat menunggu langkah tegas aparat hukum. Jika tidak ada tindakan, bukan tidak mungkin gelombang protes besar akan terjadi di Blang Majron.
(Samsul/Angkaranews.id)
Tidak ada komentar