Angkaranews.id– Proyek Waduk Krueng Keureuto di Kabupaten Aceh Utara, yang digadang-gadang sebagai solusi pengairan dan ketahanan pangan, justru memicu persoalan mendasar yang belum kunjung diselesaikan oleh pemerintah.
Muhammad alias Rimung Buluh, Ketua Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (APPI) Aceh Utara, menegaskan bahwa polemik ini telah mencederai rasa keadilan masyarakat.
“Bagaimana mungkin proyek nasional yang seharusnya menyejahterakan rakyat justru menimbulkan luka sejarah dan ketidakpastian bagi warga terdampak?” tegas Rimung Buluh dalam keterangannya kepada media, Rabu (16/7/2025).
Rimung menyoroti dua masalah krusial:
1. Pembongkaran Makam Bersejarah – Makam yang disebut sebagai nenek moyang masyarakat Gayo di Bener Meriah dibongkar secara sepihak tanpa dialog dengan masyarakat adat. Penyelesaian kasus ini dinilai lamban dan tidak serius.
“Jangan anggap remeh nilai sejarah dan ikatan spiritual masyarakat dengan leluhurnya. Jika makam diusik tanpa musyawarah, hilanglah ruh kearifan lokal,” tegasnya.
2. Ganti Rugi Lahan Warga Simpur – Janji pemerintah untuk membayar ganti rugi lahan warga terdampak hingga kini belum dipenuhi, membuat masyarakat hidup dalam ketidakpastian.
“Sudah bertahun-tahun rakyat menunggu kepastian hak mereka. Keadilan seolah hanya berpihak pada penguasa, tanpa empati pada penderitaan rakyat kecil,” tambah Rimung.
Menyikapi hal ini, Rimung Buluh mendesak Presiden Republik Indonesia untuk turun tangan langsung memastikan penyelesaian yang adil, transparan, dan bermartabat.
“Presiden harus turun tangan. Negara harus hadir. Jika tidak, luka sosial ini akan membekas dan masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemerintah,”ya tegasnya.
APPI Aceh Utara menyatakan kesiapan mendampingi masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak mereka, termasuk melalui jalur hukum jika diperlukan.
Pemerintah Daerah dan Kementerian terkait belum memberikan tanggapan resmi atas tuntutan ini.
(Samsul Bahri)
Tidak ada komentar