Ketua APPI Aceh Utara Pertanyakan Penangguhan Penahanan Oknum Kepala Desa dalam Kasus Penganiayaan Warga di Aceh Tengah

Rahman Efendi
15 Mar 2025 23:22
Hukrim 0 191
3 menit membaca

Angkaranews.id– Kasus dugaan penipuan dan penganiayaan yang dialami Ummi Kalsum, warga Kala Kemili, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah, menjadi perhatian publik.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (APPI) Aceh Utara, Muhammad, mempertanyakan keputusan aparat penegak hukum yang memberikan penangguhan penahanan kepada kepala desa dan anaknya, sementara oknum TNI yang terlibat telah ditahan di kepolisian militer di Banda Aceh.

Kasus ini bermula pada September 2023, ketika seorang oknum TNI diduga menawarkan bantuan kepada Ummi Kalsum agar anaknya bisa lulus menjadi anggota Polri. Korban yang percaya dengan janji tersebut menyerahkan uang secara bertahap hingga mencapai Rp380 juta. Namun, kenyataan pahit harus diterima Ummi Kalsum setelah mengetahui bahwa anaknya tidak didaftarkan sebagai calon anggota kepolisian.

Saat korban meminta pengembalian uangnya, pelaku terus mengulur waktu dengan berbagai alasan. Hingga akhirnya, pada 31 Januari 2025, saat korban kembali menuntut haknya, ia justru mengalami penganiayaan yang diduga dilakukan oleh oknum TNI, kepala desa, dan anaknya.

Insiden tersebut terjadi di warung nasi milik Ummi Kalsum. Tidak hanya dirinya, anaknya yang masih di bawah umur juga menjadi korban kekerasan fisik. Akibat penganiayaan itu, korban mengalami luka serius dan harus menjalani perawatan medis selama dua hari tiga malam.

Tidak terima dengan kejadian tersebut, Ummi Kalsum segera melaporkan insiden ini ke Polres Aceh Tengah. Aparat kepolisian kemudian menangkap ketiga pelaku. Namun, yang menjadi sorotan adalah keputusan penangguhan penahanan terhadap kepala desa dan anaknya, sementara oknum TNI tetap ditahan di kepolisian militer.

Menanggapi keputusan ini, Muhammad alias Rimung Buloh, abang korban sekaligus Ketua APPI Aceh Utara, meminta kebijakan yang dinilainya tidak adil.

“Kami hanya ingin keadilan! Jika hukum di Aceh Tengah tidak berpihak kepada kami, maka kami akan mempertanyakan kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi,” tegas Muhammad.

Dalam kasus ini, keluarga korban menegaskan tiga tuntutan utama:

1. Pengembalian uang Rp380 juta yang telah diserahkan kepada pelaku.
2. Proses hukum yang adil dan transparan terhadap oknum TNI, kepala desa, dan anaknya.
3. Perlindungan hukum bagi korban dan keluarganya agar terhindar dari ancaman dan intimidasi.

Keputusan aparat untuk menangguhkan penahanan kepala desa dan anaknya menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Muhammad menilai bahwa kebijakan ini tidak hanya merugikan korban, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.

“Jika aparat penegak hukum tidak bertindak tegas, bagaimana masyarakat bisa percaya bahwa hukum masih berlaku di negeri ini? Jangan sampai rakyat mencari keadilan dengan cara mereka sendiri,” ujarnya.

Kasus ini kini menjadi sorotan luas. Masyarakat menunggu apakah hukum benar-benar akan ditegakkan dengan adil atau justru berpihak kepada mereka yang memiliki kekuasaan.

Keberanian aparat dalam menegakkan hukum secara transparan dan berkeadilan akan menjadi ujian penting bagi integritas sistem peradilan di Aceh Tengah.

Muhammad meminta kepada Polres Aceh Tengah untuk segera menangkap kembali kepala desa dan anaknya, pelaku penganiayaan warga sendiri yang telah dilepas sepekan yang lalu. “Kami meminta keadilan dan kepastian hukum,” ungkap Ketua APPI tersebut.

Kasus ini terus menjadi perhatian publik, dan semua mata tertuju pada langkah-langkah yang akan diambil oleh aparat penegak hukum untuk memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

(SB)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *