Angkaranews.id- Di tengah geliat musik punk Indonesia, nama Sukatani mencuat sebagai salah satu band yang tak hanya mengusung suara bising khas post-punk dan new wave, tetapi juga menyuarakan kritik sosial dengan lantang.
Band ini digawangi oleh Ovi alias “Twister Angel” dan AI yang dikenal sebagai “Alectroguy”.
Karya-karya mereka sarat dengan pesan perjuangan kelas pekerja, kritik terhadap kapitalisme, dan ketidakadilan sosial.
Yang menarik, mereka juga menggunakan dialek Banyumasan dalam lirik-liriknya, memberi sentuhan lokal yang khas di tengah dominasi bahasa Indonesia dan Inggris di skena musik punk tanah air.
Dukungan terhadap kebebasan berekspresi melalui musik datang dari Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kabupaten Cianjur.
Organisasi ini berencana menggelar aksi solidaritas pada Senin (24/2/2025) guna mendukung Sukatani dalam terus berkarya, termasuk menyampaikan kritik sosial melalui lagu mereka yang berjudul Bayar Bayar Bayar.
Ketua PC PMII Cianjur, Usep M Fauzi, menegaskan bahwa musik adalah salah satu bentuk ekspresi yang tidak seharusnya dibungkam.
“Kami ingin menunjukkan bahwa masyarakat tidak boleh takut menyuarakan kebenaran melalui media apa pun,” ujar Usep.
Aksi ini juga bertujuan mengedukasi masyarakat dan kepolisian tentang pentingnya kebebasan berekspresi, yang merupakan hak fundamental dalam negara demokrasi.
Di sisi lain, reaksi terhadap lagu Bayar Bayar Bayar beragam. Sebuah akun Instagram bernama president_jancukers turut mengomentari polemik ini.
“Aku tidak cocok dengan cara band Sukatani menyampaikan pendapatnya via lagu Bayar Bayar Bayar, sebab pendapatku tidak begitu dalam menyampaikan kritik via musik. Tapi akan ku bela sampai mentok sebab ini negara demokrasi,” tulisnya.
Dia juga menyinggung pernyataan Kapolri yang menyebutkan bahwa kepolisian tidak mempermasalahkan lagu tersebut.
Menurutnya, pernyataan itu akan dianggap hoaks sampai ada bukti bahwa Sukatani benar-benar diminta mencabut lagu mereka.
Sementara itu, PC PMII Cianjur menilai bahwa negara seharusnya melindungi kebebasan berpendapat.
“Langkah-langkah pembungkaman semacam ini bukan hanya menunjukkan kecenderungan otoritarian, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap institusi negara,” tegas PC PMII dalam pernyataan resminya.
Musik Sukatani banyak terinspirasi dari band-band punk klasik seperti Lost Cherries, Poison Girls, X-Ray Spex, Peter & the Test Tube Babies, hingga Cock Sparrer.
Album terbaru mereka, Gelap Gempita, yang dirilis pada 2023, berisi sembilan lagu yang penuh energi dan kritik sosial tajam.
Tak hanya dalam lirik, penampilan panggung Sukatani juga unik. Mereka kerap mengenakan balaclava dan membagikan sayuran kepada penonton sebagai simbol solidaritas dan kesadaran sosial.
Selain aktif bermusik, mereka juga terlibat dalam berbagai kegiatan komunitas, khususnya yang berfokus pada lingkungan dan perjuangan kelas proletar.
Dengan musik yang tajam dan penuh energi, Sukatani tidak sekadar menjadi band punk biasa, tetapi juga simbol perlawanan terhadap sistem yang menindas.
Album mereka bisa didengarkan melalui berbagai platform streaming seperti Spotify, sementara aksi dan pesan mereka terus disuarakan melalui kanal YouTube.***
Tidak ada komentar