
ANGKARANEWS.ID– Seorang Kepala Desa (Geuchik) di Gampong Alukrak Kayee, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara, diduga terlibat dalam praktik penipuan dan pemerasan terhadap warganya sendiri.
Geuchik berinisial WAN dituduh meminta uang sebesar Rp21 juta dari keluarga Muhammad Fauzul, pemuda yang kini mendekam di penjara, dengan dalih sebagai dana damai atas kasus pernikahan di bawah umur.
Kasus ini berawal ketika Fauzul menikahi Nova Andriani di Medan tanpa wali sah dari pihak perempuan. Tak lama setelah pernikahan, ayah Nova, Daut, membawa mereka kembali ke Aceh dan menyatakan pernikahan itu tidak sah. Fauzul kemudian ditahan oleh Polres Aceh Utara dengan tuduhan pernikahan di bawah umur.
Dalam upaya penyelesaian masalah, keluarga Fauzul mengaku diperas oleh Geuchik WAN sebesar Rp21 juta. Uang itu diserahkan langsung atas permintaan WAN dan salah seorang kakak Nova, Aminah, dengan janji akan ada perdamaian hukum. Namun, surat perdamaian tak kunjung ditunjukkan.
Ironisnya, setelah Fauzul dipenjara, Nova justru dinikahkan lagi dengan pria lain oleh ayahnya. Hal ini memunculkan pertanyaan, mengapa pernikahan pertama dinyatakan tidak sah dengan alasan di bawah umur, sementara pernikahan kedua tetap dilangsungkan.
Keluarga Fauzul pun terkejut saat menerima salinan surat perdamaian yang menyebutkan nominal dana damai hanya Rp10 juta, bukan Rp21 juta yang mereka berikan. Diduga, uang tersebut telah dibagi-bagi kepada sejumlah pihak, termasuk Kanit PPA Polres Aceh Utara sebesar Rp5 juta, Daut (ayah Nova) Rp15 juta, dan Geuchik WAN Rp1 juta.
Meski uang telah diserahkan, kasus Fauzul justru berlanjut ke pengadilan. Pengadilan Negeri Lhoksukon memvonisnya 13 tahun 6 bulan penjara, jauh dari janji awal yang hanya enam bulan atau hukuman cambuk ringan.
Setelah sembilan bulan, keluarga Fauzul melaporkan hal ini kepada Ketua DPD Asosiasi Pewarta Pers Indonesia (APPI) Aceh Utara. Saat dihubungi, WAN mengakui telah membagikan uang tersebut dan berjanji mengembalikan Rp21 juta pada akhir Agustus 2025. Namun, ketika ditagih, WAN malah mengeluarkan pernyataan kontroversial, “Jangan kau gertak-gertak aku, saya juga wartawan,” meski tak mampu membuktikan klaimnya.
Merasa ditipu dan dipermainkan, keluarga Fauzul berencana melaporkan kasus ini ke Polres Aceh Utara, PROPAM Polri, Ombudsman RI, dan Komnas HAM. Mereka juga mempertanyakan integritas proses hukum yang menjerat Fauzul dan menduga adanya kriminalisasi serta penyalahgunaan kekuasaan.
“Kami hanya minta keadilan. Uang sudah diberikan, tapi anak kami malah divonis belasan tahun. Sekarang uangnya tidak dikembalikan, dan malah main ancam seolah kebal hukum,” ujar salah satu anggota keluarga Fauzul. (*)
Tidak ada komentar