PWRI Bogor Raya Soroti Kunci Perekonomian: Reforma Agraria dan Efisiensi Birokrasi

Admin
7 Okt 2025 20:53
News 0 136
3 menit membaca

ANGKARANEWS.ID– Ketua PWRI Bogor Raya, Rohmat Selamat, SH. M.Kn, menilai langkah pemerintah dalam memperkuat simpul-simpul ekonomi rakyat merupakan kebijakan tepat untuk mengentaskan kemiskinan secara struktural. Menurutnya, pembangunan ekonomi nasional tidak hanya diukur dari pertumbuhan makro, tetapi harus menyentuh basis produktif masyarakat di tingkat akar rumput.

“Pemerataan ekonomi dimulai dari keberanian menata ulang struktur penguasaan tanah dan memotong rantai birokrasi yang menghambat aktivitas ekonomi rakyat,” ujar Rohmat, yang juga merupakan pemerhati agraria, pada Selasa (7/10/2025).

Menyoroti sektor agraria sebagai fondasi utama kebangkitan ekonomi, Rohmat menjelaskan bahwa melalui Reforma Agraria, pemerintah diharapkan mampu menata ulang sistem kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan tanah agar lebih adil dan produktif. Ia menegaskan, penataan agraria bukan sekadar redistribusi aset, tetapi juga pembenahan sistem akses masyarakat terhadap sumber daya, modal, dan teknologi.

“Keadilan agraria adalah prasyarat bagi keadilan ekonomi. Tanpa itu, ketimpangan sosial akan terus berulang,” tegasnya.

Rohmat menekankan pentingnya percepatan sertifikasi tanah sebagai instrumen strategis penggerak ekonomi. Menurutnya, sertifikat tanah bukan hanya dokumen hukum, melainkan instrumen ekonomi yang mampu membuka akses permodalan dan meningkatkan nilai aset masyarakat.

“Dengan sertifikasi yang cepat dan sah, masyarakat memiliki dasar hukum kuat untuk mengembangkan usaha dan memanfaatkan tanah secara produktif,” ujarnya.

Ia mengingatkan, prosedur sertifikasi yang lamban dan birokratis justru menjadi penghambat pembangunan. Proses berlarut-larut tidak hanya menimbulkan biaya tambahan, tetapi juga berpotensi memicu sengketa. Karenanya, ia mendorong Kementerian ATR/BPN melakukan reformasi kelembagaan melalui digitalisasi layanan dan pemangkasan prosedur administratif.

“Keterlambatan sertifikasi berarti keterlambatan perputaran ekonomi. Negara harus hadir dengan sistem yang efisien dan transparan,” tegas Rohmat.

Selain persoalan sertifikasi, Rohmat menyoroti kompleksitas birokrasi jual beli tanah, khususnya bagi masyarakat dengan status kepemilikan girik. Ia menilai, proses panjang dari tingkat RT hingga camat menjadi beban administratif yang tidak relevan di era modern.

“Penyederhanaan birokrasi jual beli tanah mutlak diperlukan agar hak-hak hukum masyarakat terlindungi dan transaksi berjalan cepat serta akuntabel,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, Rohmat menilai pentingnya memperluas peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ia menegaskan, PPAT berfungsi vital dalam menjamin legalitas transaksi dan stabilitas pasar tanah.

“ATR/BPN sebaiknya membuka kuota pengangkatan PPAT seluas-luasnya. Mereka bukan beban negara karena tidak digaji pemerintah, tetapi justru memberikan kontribusi nyata melalui pajak dan aktivitas ekonomi pertanahan,” bebernya.

Rohmat menambahkan, keberadaan PPAT yang memadai akan mempercepat perputaran aset dan meningkatkan kepastian hukum dalam transaksi tanah. Dengan demikian, proses jual beli menjadi lebih efisien dan mengurangi potensi sengketa.

“Ketika birokrasi dipangkas dan pelayanan publik diperkuat, ekonomi rakyat akan bergerak dengan sendirinya,” tambahnya.

Menutup pernyataannya, Rohmat menegaskan bahwa percepatan sertifikasi tanah, efisiensi birokrasi, dan perluasan peran PPAT harus dilihat sebagai bagian dari strategi besar reformasi ekonomi nasional.

“Kebijakan agraria yang adil dan birokrasi yang efisien adalah dua sisi dari satu mata uang. Keduanya menjadi fondasi untuk membangun ekonomi rakyat yang mandiri, inklusif, dan berkeadilan sosial,” pungkasnya. (*)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *